Prosa Minangkabau pada mulanya diungkapkan secara lisan. Pengungkapan secara lisan ini berlangsung cukup lama. Setelah aksara Arab dikenal masyarakat Minangkabau, prosa ditulis dalam aksara arab yang kemudian dikenal dengan tulisan “Arab Melayu”. Ketika itu Aksara Latin dikenal pula, prosa itupun disalin dalam tulisan tersebut.
Salah satu bentuk karya sastra prosa Minangkabau yang masih bertahan sampai sekarang adalah “kaba”. Kaba sudah banyak yang dibukukan. Kaba beriksah tentang kehidupan manusia. Kaba dapat pula dibagi atas dua jenis yaitu, kaba klasik dan kaba baru. Kaba klasik mengisahkan kehidupan masyarakat Minangkabau pada masa dahulu. Sedangkan kaba baru mengisahkan peristiwa masa kini. Keadaan masyarakat Minangkabau pada masa sekarang, yang telah mengalami perubahan juga ada yang “dikabakan”. Inilah yang disebut kaba baru.
Kaba yang termasuk klasik antara lain, Sabai Nan Aluih, Cindua Mato, Talipuak Layua, Anggun Nan Tungga, Si Umbuik Mudo, dan Gadih Rantih. Kaba yang disebutkan ini merupakan kaba klasik yang cukup populer pada masanya.
Salah satu kaba yang populer tersebut adalah “kaba Sabai Nan Aluih”. Kaba Sabai nan Aluih mengisahkan seorang gadis yang bernama Sabai nan Aluih. Ia dipinang oleh seorang raja. raja itu sudah terlalu tua untuk menjadi suami Sabai Nan Aluih. Oleh karena itu, orang tua sabai tidak setuju. Akibatnya dari penolakkan itu, orang tua Sabai Nan Aluih harus berhadapan dengan raja yang meminang anak mereka tersebut dalam perang tanding. Akan tetapi raja tidak jujur dalam bertanding. Ayah Sabai Nan Aluih terbunuh dalam pertandingan tersebut. Melihat kenyataan itu, Sabai Nan Aluih sangat sedih dan ia berniat untuk menuntut balas kematian sang ayah. Hal itu ia lakukan, karena adik laki-lakinya tidak tahu membalas budi atau melawan pembunuh ayahnya.
Demikian sekilas kisah tentang kaba Sabai Nan Aluih. Silahkan temukan di tempat lain agar bisa membaca kaba-kaba tersebut dengan lebih lengkap dan jelas.
Amran, Rusli. 1981. Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
Junus, Umar. 1984. Kaba dan Sistem Sosial Minangkabau, Suatu Problema Sosiologi Sastra. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Mahmud, St. dkk 1978. Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah. Limo Kaum: Tanpa Penerbit.
Navis, A.A 1986. Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Pt Pustaka Garafitipers.
Penghulu, M. Rasyid Manggis Dt. Rajo. 1982. Sejarah Ringkas Minangkabau dan Adatnya. Jakarta Mutiara.
Thaib, Darwis, glr. Dt. Sidi Bandoro. 1965. Seluk Beluk Adat Minangkabau. Bukittinggi: NV Nusantara.
Zulkarnaini. 1994. Modul Mata Pelajaran Muatan Lokal SLTP Terbuka. Jakarta: Depdikbud, Proyek Peningkatan Mutu dan Pelaksanaan Wajib Belajar SLTP.
Ramayulis, dkk. Buku Mata Pelajaran Muatan Lokal tentang Sejarah Kebudayaan Minangkabau pada SD, SLTP, SLTA di Sumatera Barat. Padang: Tanpa Tahun, Tanpa Penerbit.
Penghulu, H. Idrus Hakimy Dt. Rajo. 1984. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung: Remaja Karya CV.
Syarifuddin, Amir. 1984. Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau. Jakarta: Gunung Agung.
Tuah, H.Datoek, tt. Tambo Alam Minangkabau. Bukittinggi: Pustaka Indonesia.
Salah satu bentuk karya sastra prosa Minangkabau yang masih bertahan sampai sekarang adalah “kaba”. Kaba sudah banyak yang dibukukan. Kaba beriksah tentang kehidupan manusia. Kaba dapat pula dibagi atas dua jenis yaitu, kaba klasik dan kaba baru. Kaba klasik mengisahkan kehidupan masyarakat Minangkabau pada masa dahulu. Sedangkan kaba baru mengisahkan peristiwa masa kini. Keadaan masyarakat Minangkabau pada masa sekarang, yang telah mengalami perubahan juga ada yang “dikabakan”. Inilah yang disebut kaba baru.
Kaba yang termasuk klasik antara lain, Sabai Nan Aluih, Cindua Mato, Talipuak Layua, Anggun Nan Tungga, Si Umbuik Mudo, dan Gadih Rantih. Kaba yang disebutkan ini merupakan kaba klasik yang cukup populer pada masanya.
Salah satu kaba yang populer tersebut adalah “kaba Sabai Nan Aluih”. Kaba Sabai nan Aluih mengisahkan seorang gadis yang bernama Sabai nan Aluih. Ia dipinang oleh seorang raja. raja itu sudah terlalu tua untuk menjadi suami Sabai Nan Aluih. Oleh karena itu, orang tua sabai tidak setuju. Akibatnya dari penolakkan itu, orang tua Sabai Nan Aluih harus berhadapan dengan raja yang meminang anak mereka tersebut dalam perang tanding. Akan tetapi raja tidak jujur dalam bertanding. Ayah Sabai Nan Aluih terbunuh dalam pertandingan tersebut. Melihat kenyataan itu, Sabai Nan Aluih sangat sedih dan ia berniat untuk menuntut balas kematian sang ayah. Hal itu ia lakukan, karena adik laki-lakinya tidak tahu membalas budi atau melawan pembunuh ayahnya.
Demikian sekilas kisah tentang kaba Sabai Nan Aluih. Silahkan temukan di tempat lain agar bisa membaca kaba-kaba tersebut dengan lebih lengkap dan jelas.
Sumber Referensi:
Amran, Rusli. 1981. Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
Junus, Umar. 1984. Kaba dan Sistem Sosial Minangkabau, Suatu Problema Sosiologi Sastra. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Mahmud, St. dkk 1978. Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah. Limo Kaum: Tanpa Penerbit.
Navis, A.A 1986. Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Pt Pustaka Garafitipers.
Penghulu, M. Rasyid Manggis Dt. Rajo. 1982. Sejarah Ringkas Minangkabau dan Adatnya. Jakarta Mutiara.
Thaib, Darwis, glr. Dt. Sidi Bandoro. 1965. Seluk Beluk Adat Minangkabau. Bukittinggi: NV Nusantara.
Zulkarnaini. 1994. Modul Mata Pelajaran Muatan Lokal SLTP Terbuka. Jakarta: Depdikbud, Proyek Peningkatan Mutu dan Pelaksanaan Wajib Belajar SLTP.
Ramayulis, dkk. Buku Mata Pelajaran Muatan Lokal tentang Sejarah Kebudayaan Minangkabau pada SD, SLTP, SLTA di Sumatera Barat. Padang: Tanpa Tahun, Tanpa Penerbit.
Penghulu, H. Idrus Hakimy Dt. Rajo. 1984. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung: Remaja Karya CV.
Syarifuddin, Amir. 1984. Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau. Jakarta: Gunung Agung.
Tuah, H.Datoek, tt. Tambo Alam Minangkabau. Bukittinggi: Pustaka Indonesia.